Minggu, 19 Januari 2025

Senjata Tradisional Kujang

 Senjata Tradisional Jawa Barat “Kujang”


    Kujang diyakini telah ada sejak zaman Kerajaan Sunda (sekitar abad ke-8 hingga abad ke-16). Senjata ini digunakan sebagai perlengkapan pribadi para raja, bangsawan, dan pendekar Sunda. Kujang bukan hanya senjata, tetapi juga simbol status sosial, kekuasaan, dan keagungan.

Filosofi Nama
Kata "kujang" diyakini berasal dari kata "kudi" atau "kadi" yang berarti kekuatan gaib atau senjata pusaka dalam bahasa Sunda Kuno. Beberapa sumber juga menyebutkan bahwa "kujang" berasal dari kata "ujang," yang bermakna lelaki atau ksatria.

Fungsi Awal
Pada awalnya, kujang digunakan sebagai alat pertanian dan perburuan. Namun, seiring berjalannya waktu, kujang berkembang menjadi senjata sekaligus simbol spiritual masyarakat Sunda.

Pengaruh Budaya dan Spiritual
Kujang sering dikaitkan dengan ajaran kepercayaan Sunda Wiwitan, yang mengajarkan harmoni antara manusia, alam, dan Sang Pencipta. Kujang dianggap sebagai benda sakral yang memiliki kekuatan magis, dan banyak di antaranya diberi ukiran atau hiasan simbolik.


Makanan Khas Dodol Garut

 “Dodol Garut” Makanan Khas Jawa Barat


Dodol Garut meripakan makanan khas yang ebtasal dari Jawa Barat. Berdasarkan situs resmi Kemdikbud, industri dodol di kabupaten ini mulai berkembang sekitar tahun 1926 atau hampir satu abad yang lalu. Salah satu orang yang mengembangkan industri dodol saat itu adalah Karsinah.

Pada saat itu, dodol Garut masih menggunakan bahan baku yang sederhana, yaitu tepung beras ketan, susu, gula putih, dan santan kelapa tanpa bahan pengawet. Selain itu, proses pembuatannya pun masih terbilang sederhana.

Seiring berjalannya waktu, industri dodol di Garut pun semakin berkembang. Sampai akhirnya bermunculan pengusaha dodol Garut lain pada sekitar tahun 1950-an.

Kemudian dodol Garut mengalami berbagai modifikasi pada segi bahan baku dan varian rasa. Mulai muncul dodol Garut yang berbahan baku kentang, kacang, sirsak, nanas, waluh, wijeh, srikaya, durian dan sebagainya.

Perkembangan dodol Garut semakin meluas karena minat dari masyarakat yang cukup tinggi. Bahkan, dodol Garut juga dipasarkan ke mancanegara, seperti Brunei, Jepang, Malaysia, Arab Saudi, Singapura, dan bahkan Inggris.

Cara pembuatan dodol garut: 

Bahan:

  • 1kg tepung ketan
  • 2kg gula merah
  • 2 sendok makan santan cair
  • 2 ons gula pasir
  • 5 buah kelapa tua untuk santan
  • Garam secukupnya
  • Minyak goreng.
Langkah Langkah: 
  • Campurkan tepung ketan dengan irisan gula merah
  • Tuang santan cair dan garam secukupnya
  • Rebus bahan-bahan tersebut sembari diaduk
  • Tuangkan santan kental dan gula pasir, lalu dimasak dan diaduk selama 4 jam
  • Setelah mengental, tuang adonan ke baskom yang sudah dilapisi kertas minyak
  • Baluri adonan dengan minyak goreng sampai merata
  • Dodol Garut siap disajikan.

Alat Musik Kecapi

 Alat Musik Kecapi 


Kecapi merupakan salah satu alat musik tradisional yang bisa ditemukan di Nusantara mulai dari Jawa Barat maupun Sulawesi. Masyarakat pun mengembangkan kecapi dengan ciri khas daerahnya masing-masing.

Buku Kearifan Lokal dan Kajian Etnis di Kalimantan Barat karya Iwan Ramadhan menyebutkan, kecapi adalah salah satu alat musik petik tradisional suku Bugis. Dari sejarahnya, kecapi ditemukan atau diciptakan oleh seorang pelaut.

Dalam bahasa Bugis kecapi disebut kacaping, sedangkan pemainnya disebut pakkcaping. Alat musik ini terdiri dari dua komponen utama, yaitu satu komponen berupa batang kecapi dan satu komponen lainnya disebut tali atau senar.

Batang kecapi dirancang menyerupai perahu dan umumnya menggunakan kayu yang dapat bertahan lama, seperti hal kayu cendana atau kayu nangka. Sedangkan untuk senar dibuat dari kawat.

Sementara itu, menurut Ensiklopedia Jakarta, alat musik kecapi juga dikenal sebagai alat musik tradisional asal Jawa Barat. Alat musik ini merupakan adaptasi alat musik asal negeri China yang disebut dengan ghuzeng.

Kecapi pun diyakini berasal dari daerah Kuningan Jawa Barat. Alat musik petik ini biasanya digunakan untuk mengiringi musik dengan alunan yang lembut serta mendayu.

Alat musik kecapi ini merujuk pada tanaman sentul yang kayunya menjadi bahan pembuatan alat musik petik ini. Di Sunda, alat musik kecapi ini menjadi alat musik utama dalam tembang Sunda atau Mamaos Cianjuran dan kecapi suling.


Baju Adat Pesa’an

 Baju Adat Khas Jawa Barat (Baju Pesa’an)


Pakaian adat Madura, terutama Baju Pesa’an, memancarkan keunikan khas yang membedakannya dari tradisi di daerah lain. Dalam setiap serat kain dan coraknya, tersembunyi cerita dan makna mendalam yang mencerminkan identitas kuat masyarakat Madura.

Menurut salah satu artikel dari Jurnal Universitas Atma Jaya Yogyakarta, baju bagian atas bernama pesa’an yang dikenakan oleh kaum pria Madura pada awalnya menggunakan bahan kain Cina, namun seiring waktu beralih ke Lasteng tiu atau Tetoron. Desainnya sederhana, longgar, dan tanpa banyak aksesoris, memberikan kenyamanan saat dipakai sehari-hari.

Selain baju, ikat kepala yang disebut Odheng Santapan terbuat dari kain batik dengan motif telaga biru, Storjoan lidah api, atau bunga. Ukurannya disesuaikan dengan kepala pemakainya dan menjadi elemen penting dalam pakaian adat Madura. Selain sebagai pelengkap, odheng santapan juga memiliki makna khusus, seperti persegi tiga berwarna merah soga yang melambangkan keberanian.

Sementara itu, celana bermodel gomboran dengan panjang hingga mata kaki mencerminkan kepraktisan yang dihargai oleh masyarakat.

Rumah Adat Capit Gunting

 Rumah Adat Jawa Barat (Capit Gunting)


Capit Gunting merupakan nama bangunan rumah khas Sunda. Bentuk bangunan ini sering digunakan pada zaman dahulu. Terkadang sampai saat ini pun sering digunakan.

Dalam kebudayaan Sunda, nama bentuk atap rumah disebut sebagai susuhunan. Dalam kebudayaan Sunda lama, Capit Gunting merupakan salah satu nama susuhunan atau bentuk atap di masyarakat Sunda pada zaman dahulu. Atau dalam bahasa lainnya, istilah untuk nama susuhunan ini disebut Undagi. Undagi itu sendiri adalah tata arsitektur.

Capit Gunting tersusun dari dua kata, yaitu Capit dan Gunting. Dalam konteks dan arti dalam bahasa Sunda, Capit berarti asal mengambil dengan ujung barang yang sama-sama dijepitkan. Sedangkan gunting sendiri dalam basa Sunda juga berarti peralatan semacam pisau untuk memotong kain atau bisa dispesifikasikan sebagai pisau yang menyilang.

Di kenyataannya, bentuk Capit Gunting adalah ujung atapnya memakai kayu atau bamboo yang dibuat bercagak atau bercabang seperti gunting yang hendak menjepit. Seperti makna dari nama Capit Gunting itu pula, maka bentuknya adalah seperti gunting yang sedang terbuka.


Tari Jaipong

 Tarian Tradisional Jawa Barat (Tari Jaipong)


Asal usul tari Jaipong, yaitu terinspirasi dari Tari Ketuk Tilu yang memiliki kombinasi dengan jenis-jenis tarian lainnya yang bersifat lincah dan enerjik. 

Tari Jaipong ini dihasilkan melalui kreativitas dua seniman yang bernama H. Suwanda dan Gugum Gumbira yang berasal dari Jawa Barat di tahun 1970-an. Kedua seniman tersebut melakukan kolaborasi dalam menciptakan iringan musik dan gerakan tari Jaipong.

Di akhir tahun 1970-an, tari Jaipong semakin berkembang hingga tersebar ke daerah Jawa Barat hampir keseluruhan. Perkembangan tari Jaipong, mulai dari properti penari hingga pementasan di semua kalangan masyarakat.

Asal usul tari Jaipong untuk gerakannya sendiri merupakan gabungan dari beberapa jenis tarian, yakni Tari Wayang Golek, Tari Ronggeng, dan Tari Pencak silat yang menghasilkan gerakan unik dan menarik

Uniknya lagi, tari Jaipong namanya terinspirasi dari bunyi gendang yang terdengar seperti suara “blaktipong” dan dijadikan istilah Jaipong oleh Gugum Gumbira. Terdapat empat gerakan dalam tari Jaipong yang terdiri atas Bukaan, Pencungan, Ngala, dan Mincit.

Ciri khas dari tari Jaipong adalah tariannya yang sifatnya ceria dan memberi kesan semangat, humanis, enerjik dan tetap mempertahankan kesederhanaannya.

Musik degung khas Jawa Barat juga berperan dalam menambah suasana yang ceria selama pertunjukan tari Jaipong secara keseluruhan hingga tidak jarang membuat penonton tari Jaipong ini turut menari bersama.

Kesenian Wayang Golek

 Warisan Budaya Jawa Barat (Wayang Golek)


  Wayang golek merupakan seni pertunjukan tiga dimensi berbahan dasar kayu yang diukir menyerupai manusia, kemudian didandani dengan kain-kain sebagai busana yang membuatnya menjadi lebih menarik. Pertunjukan wayang golek biasanya dimainkan oleh seorang dalang yang diiringi oleh alat musik gamelan. Dalang juga bertugas menceritakan kisah yang terkait dengan lakon yang dimainkan serta menyisipkan petuah atau nasihat kehidupan di dalamnya.

  Wayang golek pertama kali diperkenalkan oleh Sunan Kudus pada tahun 1583 sebagai sarana untuk menyebarkan ajaran Islam. Sunan Kudus membawakan cerita kehidupan sehari-hari dengan nilai-nilai Islam, diselingi dengan humor untuk memikat perhatian para penonton.

  Pada awalnya, wayang golek hanya digunakan oleh santri dan ulama. Namun, ketika cicit Sunan Kudus, Panembahan Ratu (1640-1650), memimpin Kesultanan Cirebon, pertunjukan wayang golek cepak mulai populer di tanah Pasundan. Pangeran Girilaya (1650-1662) turut memperluas popularitas wayang golek saat memerintah. Seiring dengan dibukanya Jalan Raya Daendels, wayang golek tersebar luas ke seluruh penjuru Jawa Barat.

Tokoh Wayang Golek:

• Semar

• Arjuna

• Cepot

• Gatotkaca

•Gareng